Keluarga sakinah bukan sekadar harapan, tapi bisa diwujudkan… Konsultasi sekarang →

Pentingnya Bimbingan Perkawinan di Era Modern: 3 Pilar Utama untuk Membangun Keluarga Kokoh

hero (10)

Perkawinan adalah peristiwa sakral yang bukan hanya menyatukan dua individu, tetapi juga menjadi fondasi terbentuknya masyarakat dan bangsa. Di tengah derasnya arus modernisasi, calon pengantin dihadapkan pada beragam tantangan, mulai dari tingginya angka perceraian, persoalan ekonomi, hingga pengaruh teknologi digital yang merambah ke ruang privat keluarga.

Dalam konteks inilah, bimbingan perkawinan menjadi semakin penting. Program ini bukan sekadar formalitas sebelum menikah, melainkan wadah pembekalan bagi calon pasangan agar siap membangun rumah tangga yang harmonis, sakinah, mawaddah, wa rahmah. Dari berbagai aspek yang ada, terdapat tiga poin inti yang menjadi pilar utama mengapa bimbingan perkawinan sangat relevan di era sekarang: (1) pencegahan perceraian melalui kesiapan mental, komunikasi, dan ekonomi; (2) penguatan nilai agama dan moral; serta (3) pembangunan keluarga harmonis sebagai basis ketahanan sosial bangsa.

Mencegah Perceraian dengan Kesiapan Mental, Komunikasi, dan Ekonomi

Tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi salah satu tantangan serius yang perlu diantisipasi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2023), lebih dari 400 ribu pasangan bercerai setiap tahunnya. Penyebab perceraian sangat beragam, mulai dari masalah komunikasi, faktor ekonomi, hingga ketidakcocokan karakter.

Bimbingan perkawinan hadir sebagai langkah preventif. Melalui pelatihan komunikasi efektif, pasangan diajarkan cara menyampaikan pendapat dengan bijak, mendengar dengan empati, serta mengelola konflik secara dewasa. Penelitian Gottman (2011) menegaskan bahwa 70% keberhasilan rumah tangga ditentukan oleh pola komunikasi pasangan. Dengan kata lain, kemampuan berkomunikasi yang sehat menjadi benteng utama dalam mempertahankan pernikahan. Selain komunikasi, aspek ekonomi juga krusial. Banyak rumah tangga yang runtuh karena tekanan finansial. Di era digital, gaya hidup konsumtif dan tuntutan sosial sering menjadi pemicu konflik. Dalam bimbingan, calon pasangan diajak menyusun anggaran keluarga, membedakan kebutuhan dan keinginan, serta merencanakan masa depan melalui tabungan dan investasi. Menurut Amato (2010), faktor ekonomi adalah penyebab perceraian kedua terbanyak setelah komunikasi, sehingga materi ini sangat relevan.

Lebih jauh lagi, bimbingan perkawinan juga membantu mempersiapkan mental calon pasangan. Banyak yang menikah tanpa kesiapan emosional, sehingga mudah frustrasi saat menghadapi masalah. Dengan mengenali karakter masing-masing dan mempelajari teknik manajemen stres, pasangan akan lebih tangguh menghadapi dinamika rumah tangga.

Penguatan Nilai Agama dan Moral sebagai Fondasi Keluarga

Selain kesiapan teknis, pernikahan membutuhkan landasan spiritual dan moral yang kuat. Dalam perspektif Islam, perkawinan bukan sekadar kontrak sosial, melainkan ibadah yang bertujuan membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Bimbingan perkawinan menjadi sarana untuk mengingatkan kembali makna sakral pernikahan. Nilai agama yang ditanamkan membuat pasangan memahami bahwa rumah tangga bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tanggung jawab, pengorbanan, dan ibadah. Dengan kesadaran ini, suami-istri akan lebih siap menghadapi cobaan, karena mereka meyakini setiap dinamika rumah tangga adalah bagian dari ujian menuju ridha Allah SWT.

Penguatan moral juga penting di era modern yang penuh tantangan. Globalisasi dan perkembangan teknologi sering menggeser nilai tradisional keluarga. Banyak pasangan muda yang rentan terpengaruh gaya hidup individualistik, hedonis, atau permisif. Bimbingan perkawinan membantu menginternalisasi nilai kesetiaan, kejujuran, serta saling menghormati. Dengan bekal agama dan moral, pasangan mampu menempatkan pernikahan sebagai ladang amal dan sarana membangun masyarakat yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan visi Kementerian Agama yang menekankan pentingnya keluarga sebagai basis pembinaan moral bangsa.

Membangun Keluarga Harmonis untuk Ketahanan Sosial Bangsa

Tujuan akhir dari perkawinan adalah terciptanya keluarga yang harmonis dan sejahtera. Namun, keluarga tidak hanya berfungsi untuk kepentingan internal pasangan, melainkan juga menjadi unit terkecil dari masyarakat dan bangsa.

Bimbingan perkawinan menyiapkan pasangan tidak hanya sebagai suami-istri, tetapi juga sebagai orang tua yang bijak. Materi parenting yang diberikan membantu calon pasangan memahami pentingnya pengasuhan anak, pendidikan sejak dini, serta pembagian peran antara ayah dan ibu. Dengan bekal ini, pasangan diharapkan melahirkan generasi yang sehat, cerdas, dan berkarakter.

Keluarga yang harmonis juga memiliki dampak besar terhadap ketahanan sosial bangsa. Rumah tangga yang stabil akan mengurangi angka perceraian, mengurangi potensi kenakalan remaja, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam konteks ASN, bimbingan perkawinan juga sejalan dengan visi Smart ASN yang menuntut aparatur berintegritas, profesional, dan produktif. ASN yang memiliki keluarga harmonis akan lebih fokus dan optimal dalam bekerja, sehingga mampu memberikan pelayanan publik terbaik. Lebih jauh lagi, keluarga yang kokoh adalah benteng pertama dalam menjaga stabilitas sosial. Dalam masyarakat yang penuh dengan tantangan global, keluarga harmonis menjadi pondasi lahirnya generasi tangguh yang mampu menghadapi perubahan zaman. Dengan demikian, bimbingan perkawinan bukan hanya investasi bagi pasangan, tetapi juga investasi bagi bangsa.

Kesimpulan

Bimbingan perkawinan di era modern memiliki arti yang sangat strategis. Melalui tiga pilar utamanya pencegahan perceraian dengan kesiapan mental, komunikasi, dan ekonomi; penguatan nilai agama dan moral; serta pembangunan keluarga harmonis untuk ketahanan sosial bangsa program ini membekali calon pengantin dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk membangun rumah tangga yang kokoh.

Dengan pelaksanaan bimbingan yang konsisten, diharapkan angka perceraian di Indonesia dapat ditekan, kualitas keluarga meningkat, dan generasi mendatang lebih siap menghadapi tantangan global. Karena pada akhirnya, keluarga adalah unit terkecil bangsa, dan bangsa yang kuat hanya lahir dari keluarga yang kuat pula.

Bagikan:

Tes Sikap Keagamaan

Artikel Lainnya

Informasi Kegiatan